Senin, 12 Januari 2009

AGROFORESTRI DALAM PENGENALAN DAN HAMBATAN – HAMBATANNYA


Meningkatnya luasan lahan-lahan pertanian telah diikuti pula dengan menurunnya luas daerah-daerah kehutanan. Sistem perladangan berpindah yang banyak digemari oleh para buruh tani semakin mendukung parahnya kerusakan kehutanan, sedangkan permintaan akan hasil hutan akan yang terus meningkat, menyebabkan terus berlangsungnya pengurasan luas hutan-hutan alam. Semua praktek tersebut telah menimbulkan penurunan kesuburan tanah, peningkatan erosi, meningkatkan aliran permukaan dan sedimentasi, yang pada akhirnya menimbulkan gagalnya panen.
Penebangan hutan yang diikuti oleh pembakaran, pada awalnya akan memberikan hasil panen yang tinggi, karena tanahnya relatife masih subur. Akan tetapi penanaman yang terus menerus telah menimbulkan kemerosotan hasil panen, karena penurunan daya kesuburan tanah. Pada akhirnya munculah suatu konsep yang diharapkan dapat digunakan sebagai solusi, yang biasa disebut teknologi agroforestri. Dalam teknologi agroforestri ini dilakukan pengkombinasian antara praktek-praktek (komponen) pertanian murni dengan praktek-praktek kehutanan.
Agroforestri ini merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih guna lahan dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah panen. Konsep agroforesti timbul sebagai suatu sistem yang mengkombinasikan kebaikan-kebaikan pertanian (hasil tanaman yang tinggi) dan kehutanan (perlindungan tanah, seperti mengurangi erosi dan menjaga kesuburan tanah).
Meskipun dikenal masih baru, sebenarnya teknologi agroforestri ini prakteknya telah lama diterapkan oleh para petani. Agroforestri klasik atau tradisional sifatnya lebih polikultur dan lebih besar manfaatnya bagi masyarakat setempat dibandingkan agroforestri modern. Agroforestri modern hanya melihat kombinasi antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Dalam agroforestri modern, tidak terdapat lagi keragaman kombinasi yang tinggi dari pohon yang bermanfaat atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem tradisional. Teknologi agroforestri modern dapat disebut sistem taungya atau dalam istilah Bahasa Jawa disebut tumpangsari.
Agroforestri utamanya diharapkan dapat mencapai tujuan yaitu membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Dalam penerapannya, sasaran agroforestri diharapkan selain dapat memperbaiki kebutuhan pangan dan penyedia ebergi local (kayu bakar) juga dapat memperbaiki produksi bahan mentah kehutanan, meningkatkan kualitas hidup petani (masyarakat), dan memelihara lingkungan (misalnya mencegah erosi tanah, perlindungan keanekaragaman hayati, mengatur hidrologi, dan lain-lain).
Teknologi agroforestri dapat digambarkan secara sederhana, yakni kombinasi antara komponen pertanian, kehutanan, dan hewan (peternakan) baik secara tata waktu (temporal arrangement) ataupun secara tata ruang (spatial arrangement). Kombinasi antar komponen tersebut akan membentuk suatu interaksi, seperti persaingan (kompetisi), melengkapi (complementary), dan ketergantungan (dependency). Rangakaian interaksi-interaksi tersebut digunakan sebagai dasar penentuan pola kombinasi agroforestri yang mengarah pada produktivitas, sustainabilitas, dan taraf adopsi. Produktivitas meliputi berbagai cara dalam rangka meningkatkan output produk pohon serta hasil tanaman semusim. Sustainabilitas yakni mengaharapkan adanya kesinambungan sistem produk sehingga tujuan konservasi tercapai sekaligus mampu menggugah motivasi petani kecil. Sedangkan taraf adopsi mengacu pada teknologi yang harus sesuai dengan karakter social dan lingkungan setempat agar dapat bermanfaat secara optimal.
Pola kombinasi agroforestri secara tata waktu (dimensi waktu) secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu agroforestri permanen dan sementara. Agroforestri permanen dengan adanya penanaman tanaman jangka panjang sebagai tanaman pelindung, windbrake, serta lahan hutan yang digunakan sebagai tempat pemeliharaan/penggembalaan ternak secara tetap. Sedangkan agroforestri sementara didasarkan pada penanaman tanaman berdasarkan musim, penggembalaan ternak musiman, dan pemakaian lahan secara bergantian antara kehutanan dan peternakan.
Pola kombinasi agroforestri secara tata ruang dapat dilihat secara horizontal dan vertikal. Penyebaran secara horizontal ditinjau dari bidang datar pada lahan yang diusahakan untuk agroforesti yakni apakah tersebar merata berdampingan serta bagai mana model penyebaran tegakan. penyebaran vertikal dilihat dari struktur kombinasi komponen penyusun agroforestri berdasarkan bidang samping atau penampang melintang, yang terlihat bukan hanya strata kombinasi, tetapi juga kemerataan distribusi masing-masing jenis.
Teknologi agroforestri mempunyai banyak keunggulan baik dari segi ekologi, sosial dan budaya, sebab semuanya akan saling berhubungan. Tahap-tahap penanaman tanaman produktif dimulai dari tanaman subsistem sampai tanaman jangka panjang, berikut perawatannya, sengaja atau tidak oleh petani, ternyata berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Sehingga proses-proses produksi yang terkait dalam seluruh tahapan tersebut dapat membuahkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Secara ekologis perkembangan agroforestri mempunyai tahapan suksesi hutan alam dengan segala keuntungan ekologisnya, seperti perlindungan tanah, evolusi hutan mikro, peningkatan unsur hara, mengatur hidrologi tanah, serta produksi udara yang sehat.
Dari semua keunggulan yang tersebut di atas, teknologi agroforestri masih mempunyai banyak permasalahan yang menghambat penerapan dan penyebarannya. Secara visual, keragaman bentuk, kemiripan dengan vegetasi hutan alam dan kesulitan membedakannya dalam penginderaan jarak jauh menjadi bentang hamparan agroforest sulit dikenali. Dalam penanaman yang berdampingan ini akan terjadi kompetisi antara tanaman pangan dan tanaman pohon yang dapat menyebabkan turunnya hasil total yang diperoleh dari usaha agroforestry, sehingga menjadi lebih rendah dari hasil pertanian monokultur. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan pohon pada lahan pertanian serta interaksi penggabungan masing-masing komponen agroforestri oleh petani.
Setelah melihat dan membaca uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bagaimana sebenarnya konsep teknologi agroforestri. Teknologi agroforestri merupakan teknologi penggunaan lahan yangsangat bagus untuk diterapkan karena dalam pengelolaannya menitikberatkan pada kemanfaatannya bagi ekologi, sosial dan budidaya. Oleh karena itu teknologi agroforestri ini perlu disebarluaskan dalam penerapannya berikut bagaimana cara perawatannya. Selain itu, perlu adanya lembaga berwenang yang menangani lahan agroforestri ini sehingga teknologi agroforestri akan memperoleh perhatian khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar